Rabu, 05 Juni 2013

Calon tak siap kalah, Pemilu di Indonesia pasti rusuh

Politisi Partai Bulan Bintang (PBB), Panhar Nakawi menilai, Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia rawan menimbulkan konflik. Menurutnya, hal ini terjadi didasari oleh keadaan dari para calon yang tidak siap untuk kalah sebagaimana fakta pada beberapa Pemilukada.

"Sudah menjadi budaya kita tidak siap untuk kalah. Bahkan, reformasi yang diharapkan jadi acuan malah menjadi kebablasan," ujar Panhar dalam diskusi bertajuk 'Peran Elit Politik, Upaya Mencegah Konflik Dalam Pemilu' yang diadakan The Jakarta Institute di Galery Caffe, Cikini, Jakarta, Rabu (5/6).

Panhar menjelaskan, para peserta pemilu (baik pemilukada dan pileg) tidak siap kalah. Persoalan ini terjadi karena para caleg tidak didukung dengan pendidikan politik yang memadai oleh partai politik (parpol).

Padahal, lanjut Panhar, seharusnya parpol menjadi lembaga yang mendidik kader-kader untuk tujuan tertentu. Sayangnya, pendidikan politik di Indonesia tidak berjalan seharusnya baik pada tingkat ranting maupun tingkat pusat

"Sekarang memang ada training di tingkat pusat atau wilayah dan cabang, tapi sayangnya tidak dilanjutkan," sesalnya.

Panhar mengakui, meskipun para peserta pemilu merupakan tokoh yang dikenal masyarakat, mereka belum memiliki pengetahuan politik yang memadai. "Banyak orang yang dicalonkan memiliki pendidikan sangat rendah. Nah, karena sangat rendah maka ketika tidak terpilih mereka akan melawan, dan karena ada massanya, maka bisa terjadi gejolak. Nah inilah yang akan terjadi jika dibiarkan," pungkasnya.

Sementara itu, politisi PAN Bima Arya mengatakan, konflik dalam pemilu merupakan hal yang biasa terjadi di Indonesia. Hal itu terjadi lantaran kebanyakan partai tidak bisa menaati peraturan, misalkan dalam berkampanye.

"Konflik terjadi ketika kampanye positif tidak terjadi, tapi kampanye negatif menjadi-jadi," kata Bima.

Selain itu, menurut Bima, media punya peranan besar dalam menimbulkan konflik. Ini karena media dimanfaatkan oleh beberapa partai untuk melempar isu yang akhirnya menimbulkan konflik.

"Media itu bisa menimbulkan opini, baik opini baik maupun opini buruk. Jadi, memang peran media itu besar," tutup Bima.

Tidak ada komentar: